Salahuddin Al-Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din yang mempunyai nama asli Yusuf bin Najmuddin dijuluki sebagai kesatria padang pasir terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris
pada tahun 1137M. Ia dipandang sebagai kesatria sejati baik oleh lawan
maupun kawan karena soal kepiawaiannya dalam taktik pertempuran dan
tentang kesalehan dan kemuliaan hatinya.. Keberanian dan kepahlawanannya
tercatat sejarah di kancah perang salib.
Gambar Kesatria Padang Pasir Salahuddin Al-Ayyubi
Sebagian
besar kisah Salahuddin Al-Ayyubi yang tersebar baik di Barat maupun di
Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke-12 itu adalah
cerita tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya
tak ingin menumpahkan darah. Dimana ketika Salahuddin Al-Ayyubi ingin
merebut kembali Jerusalem di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia memberi kesempatan penguasa Kristen kota
itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan
terhormat. Dan setelah pasukan Kristen sudah siap dengan segala
persenjatan dan pertahanan barulah Salahuddin Al-Ayyubi memerintahkan
untuk berperang tapi akhirnya pasukan Kristenpun kalah juga. Kemudian
setelah peperangan dimenangkan oleh pasukan Muslim dan banyak tawanan
perang yang berhasil ditangkap tapi yang dilakukan Salahuddin Al-Ayyubi
terhadap tawanan perang dan penduduk Nasrani bukanlah menjadikan mereka
budak-budak. Salahuddin Al-Ayyubi malah membebaskan sebagian besar
mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan
Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu
dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Banyak
kisah-kisah unik dan menarik tentang Shalahuddin al-Ayyubi yang layak
dijadikan teladan, terutama sikap kesatria dan kemuliaan hatinya.
Kita
tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam ini bersikap baik kepada Raja
Richard berhati Singa yang datang dari Inggris untuk menghancurkan
pasukan muslim. Tapi Ketika raja Richard sakit dalam pertempuran,
Salahuddin Al-Ayyubi malah mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam
salju, dan juga seorang dokter. Lalu raja Richard pun tersentuh dan
bersedia melakukan perdamaian yang ditandatangani pada 1 September 1192,
dan pesta pun diadakan dengan berbagai pertandingan, dan orang Eropa
takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.
Salahuddin
Al-Ayyubi sebenarnya tidak ingin ada pertumpahan darah atau peperangan
karena dia pernah berpesan menjelang wafat kepada anaknya Az-Zahir : “Jangan Tumpahkan Darah, Sebab Darah yang Terpercik Tak Akan Pernah Tertidur."
Kita
sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang
sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa
yang gagah berani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan
damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Bahkan ketika Salahuddin
Al-Ayyubi wafat dan rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya tak
cukup untuk biaya pemakamannya, karena hartanya banyak ia berikan kepada
rakyatnya yang membutuhkan.
“Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.”
Post a Comment
Silahkan Berkomentar