Tidak sedikit suami yang menganggap bahwa orgasme pada wanita
ditandai dengan ejakulasi atau keluarnya cairan dari vagina. Hal itu
ternyata salah, karena orgasme pada wanita tidak ditandai dengan
ejakulasi, layaknya yang terjadi pada pria.
Orgasme atau puncak kepuasan seksual pada pria memang ditandai dengan
ejakulasi atau menyemprotnya cairan semen yang mengandung sperma, tapi
pada wanita tidak ditandai dengan keluarnya cairan vagina sebanyak
ejakulasi pada pria.
"Pada wanita lubrikasi yang membuat vagina basah merupakan tanda wanita terangsang dan siap bersenggama.
Namun jika orgasme, wanita mengalami vagina spasm, di mana penis akan
merasakan tekanan dengan ritmik seperti diremas dan dilepaskan beberapa
kali," jelas Zoya Amirin, M.Psi, psikolog seksual dan pengajar di
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, dalam konsultasi kesehatan detikHealth, Rabu (11/1/2012).
Selain itu, hasil scan otak wanita dan pria saat orgasme juga
menunjukkan perbedaan yang nyata dalam cara masing-masing mencapai kenikmatan seksual.
"Untuk pria, sentuhan adalah yang paling penting. Untuk wanita, itu
tidak begitu penting," jelas Gert Holstege, Neuroscientist di University
of Groningen, seperti dilansir Medindia.
Para ilmuwan menemukan perbedaan mencolok dalam cara pria dan wanita
memandang seks. Pria menilai kebutuhan rangsangan fisik merupakan faktor
utama untuk mencapai orgasme, sedangkan orgasme wanita berasal dari
rasa nyaman, santai dan tanpa kecemasan.
Bagi wanita, suasana hati, kenyamanan dan rasa kedekatan memainkan
peran yang jauh lebih besar dibandingkan rangsangan fisik pada zona
erotis untuk mencapai orgasme.
Scan otak pria dan wanita selama aktivitas seksual digambarkan
mengurangi aktivitas di amigdala, yaitu bagian otak yang mengontrol
ketakutan dan kecemasan.
Pada pria, peningkatan aktivitas otak saat berhubungan seks
paling banyak terjadi pada korteks somatosensory sekunder, yang
menyiratkan nilai tinggi yang melekat pada sensasi fisik. Sebaliknya,
scan otak wanita hanya menunjukkan sedikit peningkatan pada aktivitas
korteks somatosensory primer.
Post a Comment
Silahkan Berkomentar