ARLOJI
Karya P. Hariyanto
PARA PELAKU
Jidul : Anak laki-laki berumur 15 tahun
Pak pikun : Pembantu rumah tangga berumur sekitar 40 tahun
ibu : Nyonya rumah berumur sekitar 42 tahun
Tritis : Gadis berusia 18 tahun
KISAH INI TERJADI DI SEBUAH
KAMAR DEPAN KELUARGA YANG CUKUP TERPANDANG. TERDAPAT BERBAGAI
PERLENGKAPAN YANG LAZIM DI KAMAR TAMU SEMACAM ITU, NAMUN YANG TERPENTING
IALAH SEPERANGKAT MEJA DAN KURSI TAMU. PADA KIRA-KIRA PUKUL 09.00 DRAMA
INI TERJADI.
DENGAN PENUH KERIANGAN, SI JIDUL
MEMBERSIHKAN MEJA DAN KURSI-KURSI. KEPALANYA MELENGGUT-LENGGUT,
PANTATNYA BERGIDAL-GIDUL SEIRAMA DENGAN MUSIK DANGDUT YANG TERDENGAR
MERIAH. JIDUL TERKEJUT KETIKA MUSIK MENDADAK BERHENTI.
PAK PIKUN (muncul, langsung menuju ke arah Jidul)
Ayo! Mana! Berikan kembali padaku!Ayo! Mana!
JIDUL (ber-ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan ketidakmengertiannya)
PAK PIKUN
Jangan berlagak pilon! Siapa lagi kalau bukan kamu yang mengabilnya? Ayo, Jidul, kamu sembunyikan di mana, heh?
JIDUL (ber-ah-uh, semakin bingung dan takut)
PAK PIKUN
Dasar
maling! Belum sampai sebulan di sini kamu sudah kambuh lagi, ya? Dasar
nggak tahu diri! Ayo, kembalikan kepadaku! Mana, heh?
JIDUL (meringkuk diam)
PAK PIKUN (semakin keras suaranya)
Jidul!
Kamu mau kembalikan apa tidak? Mau insaf apa tidak? Apa mau ku
panggilkan orang-orang sekampung untuk mencincangmu, heh? Kamu mau
dipukuli seperti dulu lagi? Ayo, mana?
IBU (Muncul tergesa-gesa)
Eh, ada apa Pak Pikun? Ada apa dengan Jidul?
PAK PIKUN
Anak ini memang tidak pantas dikasihani, Bu. Dia mencuri lagi, Bu!
IBU
Mencuri? (tertegun). Kamu mencuri, Jidul?
JIDUL (ber-ah-uh sambil menggoyang-goyangkan kepala dan tangannya)
PAK PIKUN
Mungkir,
ya? Padahal jelas, Bu! Tadi saya mandi. Setelah itu, arloji saya
tertinggal di kamar mandi. Lalu dia masuk, entah mengapa. Lalu tidak ada
lagi arloji saya, Bu.
IBU
O, arloji Pak Pikun hilang, begitu?
PAK PIKUN
Bukan hilang, Bu! Jelas dicurinya! Ayo, ngaku saja! Kamu ngaku saja, Jidul!
JIDUL (ber-ah-uh mencoba menjelaskan ketidaktahuannya)
PAK PIKUN
Masih mungkir? Minta ku pukul?
IBU
sabar, Pak Pikun! Sabar!
PAK PIKUN
Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! Kamu baru mau ngaku kalau dipukul, ya? Sini! (Mau memukul si Jidul).
SI JIDUL (Meloncat, lari ke luar dikejar oleh Pak Pikun)
IBU
Sabar dulu Pak Pikun! Diperiksa dulu! (mendesah sendiri) Ya, ampun! Orang sudah tua kok gegabah, tidak sabaran begitu.
TRITIS (Muncul membawa buku dan alat tulis).
Uh! Pagi-pagi sudah mencuri. Nganggu orang belajar saja!
IBU
Belum jelas, Tritis!
TRITIS
Ah,
ibu sih suka membela si Jidul! Siapa lagi kalau bukan dia yang
mengambil arloji Pak Pikun? Apa ibu lupa? Dia kan dulu ketahuan mencuri
ayam kita, ketahuan, mau dipukuli orang kampung malah kemudian dibela
ayah dan ditampung di rumah kita. Keenakan dia, maka kini mencuri lagi!
IBU
Ya, memang, dulu pernah mencuri. Itu karena ia kelaparan. Tetapi, belum tentu sekarang dia mengambil arloji Pak Pikun, Tritis!
TRITIS
Kalau bukan si Jidul, apa ibu atau aku yang mengambil arloji itu, ibu? (Tertawa).
IBU (Menemukan ide).
Ah!
Mungkin masih ada di kamar mandi, Tritis! Atau mungkin di dekat
jemuran. Pak Pikun kan pelupa. Mari kita coba mencarinya! (Bersama
Tritis melangkah ke kiri akan ke luar, tetapi kemudian terhenti)
Terdengar
suara ribut. Si Jidul kembali meloncat masuk dari kanan. Maunya
berlari, tetapi tersandung sesuatu. Ia jatuh terguling mengejutkan Ibu
dan Tritis. Dan sebelum sempat bangkit, Pak Pikun sudah keburu masuk
pula dan menangkapnya dengan geram.
PAK PIKUN (sambil mengacung-acungkan penggada besar, tangan kirinya tetap mencengkeram leher kaus si Jidul).
Mau, lari ke mana lagi, heh? Ku pukul kamu sekarang!
IBU
Sabar, Pak! Tunggu dulu!
PAK PIKUN
Tunggu apa lagi, Bu! Anak nggak benar ini harus saya ajar biar kapok. (Akan memukulkan penggadanya).
IBU
Tunggu dulu! Siapa tahu, Jidul benar tidak mencuri dan Pak Pikun yang tidak benar menaruh arlojinya!
PAK PIKUN
Tak mungkin, Bu! Saya yakin, si Brengsek ini pencurinya. Kamu harus mampus (akan memukulkan penggadanya).
TRITIS (Melihat tangan Pak Pikun)
Eh, lihat! Arlojinya kan itu! Di pergelangan tangan kananmu, Pak Pikun. Lihat! (Tertawa ngakak).
IBU
O, iya! Betul! Dasar Pak Pikun ya Pikun! (Tertawa geli).
PAK PIKUN TERTEGUN MEMANDANG
PERGELANGAN TANGANNYA YANG KANAN. DILEPASKANNYA SI JIDUL.
DIAMAT-AMATINYA ARLOJI ITU. PENGGADANYA SUDAH DIJATUHKAN. DENGAN SANGAT
MALU, IA BERJALAN KE LUAR TERTEGUN-TEGUN, DIIRINGI GELAK TAWA IBU DAN
TRITIS. SEMENTARA ITU, SI JIDUL PUN TERTAWA-TAWA PULA DENGAN CARANYA
SENDIRI YANG SPESIFIK
Post a Comment
Silahkan Berkomentar